Ketika Keterpurukan Berubah Jadi Kejutan: Kisah dari Balik Panggung Azmi Snack
Tanggal 26 Agustus 2016 adalah salah satu momen yang akan selalu saya kenang. Tapi bukan karena saya sedang berada di puncak — justru karena saya sedang dalam posisi yang paling terpuruk dalam perjalanan usaha kecil saya.
Usaha Azmi Snack yang saya jalani sedang benar-benar goyah. Hampir setiap hari hasil produksi keripik tempe mengalami kegagalan. Warna berubah, rasa ikut berubah. Beberapa produk yang sempat saya kirim ke luar kota — termasuk ke Jakarta — bahkan harus saya tarik kembali karena mendapat komplain dari konsumen. Hampir sebulan penuh saya menghadapi situasi seperti itu, nyaris tanpa jeda. Rasanya seperti berdiri di atas pasir yang longsor — setiap langkah justru membuat saya makin tenggelam.
Di tengah keadaan seperti itu, datang beberapa tamu dari dinas kabupaten ke tempat produksi saya. Bersama mereka, ada juga wartawan dari stasiun televisi lokal, Ratih TV. Saya hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, "Ini ada apa ya? Kok sampai diliput TV segala?"
Beberapa hari setelah itu, saya menerima undangan resmi dari Dinas Perizinan Kabupaten Kebumen. Saya diminta hadir di acara Kebumen Business Forum yang akan diselenggarakan di Pendopo Kabupaten. Undangan itu ditandatangani atas nama Bupati.
Karena saya tidak tahu jenis acaranya seperti apa, saya berangkat bersama istri dan anak saya, Azmi — yang saat itu sudah duduk di kelas 2 SD. Begitu tiba di lokasi, saya baru sadar bahwa tidak ada satu pun peserta lain yang membawa anak kecil. Hanya saya yang datang dengan keluarga lengkap.
Saya datang tanpa tahu bahwa hari itu akan mengubah hidup saya.
Hanya ingin berbagi momen dengan keluarga kecil yang selalu setia membersamai—bahkan ketika saya merasa “salah tempat” karena bawa anak kecil ke forum formal.
Acara berlangsung dengan tertib dan megah. Di ruangan itu hadir banyak tokoh penting: Bupati, Wakil Bupati, Kapolres, Dandim dan anggota DPRD, hingga para pemilik usaha besar dari seluruh Kebumen.
Saya yang hanya pengusaha kecil dari desa, duduk di antara mereka semua, merasa canggung. Tapi rasa penasaran tetap saya tahan. Sampai akhirnya, salah satu petugas berbisik, “Bapak masuk nominasi 10 besar kategori usaha mikro.”
Saya hanya tersenyum kaku. Tidak tahu harus senang atau justru malu.
Dan kemudian, kejutan itu datang.
Ketika pengumuman dimulai, saya memperhatikan dengan diam. Juara ketiga dipanggil, juara kedua disebut... dan saat juara pertama diumumkan — nama saya dipanggil.
Azmi Snack menjadi Juara 1 Usaha Mikro Terbaik se-Kabupaten Kebumen.
Saya tertegun. Tidak menyangka. Tidak siap. Rasanya seperti disiram air hangat di tengah dinginnya kegagalan. Saat saya merasa usaha ini berada di ujung tanduk, ternyata masih ada yang menghargai kerja keras saya — meski hasilnya belum sempurna.
Momen tak terlupakan—Azmi Snack dinobatkan sebagai Juara 1 Usaha Mikro Terbaik dalam Kebumen Business Forum 2016.
“Saya sendiri hampir tak percaya... karena saat itu usaha sedang di titik terendah.”
Tapi momen yang paling unik adalah saat penyerahan piala. Tanpa saya sadari, piala yang saya terima ternyata milik Juara 1 kategori usaha besar — sebuah perusahaan rokok ternama. Petugas panitia sempat kelihatan panik saat menyadari kesalahan itu. Dia turun dari panggung dan bertanya pelan, “Pak, apakah piala Bapak tertukar?” Saya pun ikut bingung karena piala itu sedang dipegang anak saya, Asmi. Setelah dicek, ternyata benar — piala saya dan piala usaha besar tertukar. Kami tertawa bersama, dan suasana jadi cair sejenak.
Namun yang paling membekas bukanlah piala, melainkan apa yang terjadi beberapa menit setelahnya.
Sebagai Juara 1, saya diminta naik ke podium untuk menyampaikan sambutan. Tidak hanya saya — para juara 1 dari kategori usaha menengah dan besar juga naik. Saya berdiri di atas panggung, di depan Bupati, Wakil Bupati, Kapolres, Dandim anggota Dewan, dan puluhan pengusaha hebat lainnya.
Saya — orang kampung, lulusan pesantren, hanya seorang perajin keripik tempe — berdiri di situ, dengan suara yang hampir tak keluar dari tenggorokan. Saya benar-benar gugup, dan... tidak kuat menahan air mata.
Saya berdiri di podium itu, menggigil dan berusaha menahan tangis.
“Saya bisa sampai di sini bukan karena saya hebat... tapi karena istri dan anak saya yang luar biasa.”
Saya ingat, satu-satunya kalimat yang keluar dari mulut saya saat itu adalah:
“Terimkasih semuanya saya bisa berdiri di sini bukan karena saya hebat. Tapi karena ada istri dan anak saya yang terus sabar membersamai dan mendukung saya.”
Setelah itu, saya benar-benar tak sanggup melanjutkan. Saya hanya menunduk dan menyeka air mata. Mungkin bagi sebagian orang, itu momen yang memalukan. Tapi bagi saya, itu momen paling jujur dan paling manusiawi dalam hidup saya.
---
Malam yang Mengubah Segalanya
Malam itu saya pulang dengan membawa lebih dari sekadar piala.
Saya pulang dengan kepercayaan diri yang baru. Ada semangat yang seperti disuntikkan langsung ke dalam dada saya. Sejak malam itu, saya tidak minder lagi. Tidak ragu lagi melanjutkan usaha ini. Saya mulai percaya, bahwa proses itu dilihat. Bahwa kerja keras, meski jatuh bangun, suatu hari akan diberi penghargaan, entah oleh manusia atau oleh Tuhan.
Dan sejak malam itu, saya berjanji dalam hati — untuk tidak menyerah. Tidak lagi.
---
Penutup
Saya tidak menulis cerita ini untuk membanggakan diri, apalagi pamer prestasi. Justru sebaliknya — saya ingin berbagi bahwa kadang, momen paling terang dalam hidup justru datang saat kita sedang berada dalam kegelapan. Yang penting, kita terus berjalan, terus berusaha, dan tidak memutus harapan.
Jika hari ini kamu sedang merasa terpuruk, sendirian, atau tidak dianggap — ingatlah bahwa bisa jadi, kejutan baik sedang menunggumu di tikungan berikutnya.